Dasar menetukan nilai pertanggungan pada asuransi gangguan usaha adalah “gross profit”
Banyak orang mengartikan gross profit dalam akuntansi sama dengan pengertian dalam asuransi, padahal berbeda karena gross profit dalam asuransi tetap memasukan unsur “Fixed Cost” yaitu biaya yang tetap harus tetap dikeluarkan meskipun terjadi perubahan volume kegiatan usaha, misalnya usaha terganggu dan produksi turun. Biaya ini akan tetap menjadi tanggungan pemilik, oleh karena itu bisa diasuransikan dalam asuransi gangguan usaha.
Rumus sederhana gross profit pada ilmu akuntansi yaitu Pendapatan Bersih (Turnover / Sales) dikurangi Harga Pokok Penjualan (HPP) atau istilah bahasa inggrisnya adalah “cost of good sold”.
Apa itu Harga Pokok Penjualan (HPP)?
Nilai ini mencantumkan biaya material, tenaga kerja, dan pengeluaran lain yang terkait langsung dengan produksi barang atau jasa. dan mengandung unsur variable cost dan juga fixed cost.
Umumnya terdiri dari tiga elemen besar:
- Persediaan atau Inventori
- Tenaga Kerja Langsung atau Direct Labour Cost -> Fixed Cost
- Biaya Overhead (Overhead Cost) -> Fixed Cost dan Variable Cost
Sumber : http://id.wikihow.com/Menghitung-Margin-Laba-Kotor
Contoh Biaya Overhead (Overhead Cost) adalah :
- Biaya Sewa/rental cost
- Depresiasi Mesin dan Peralatan.
- Penyusutan Gedung Pabrik.
- Biaya Listrik dan Air pabrik
- Biaya Pemeliharaan Pabrik dan mesin (Maintenance)
- Biaya Pengemasan (Packaging)
- Gudang
- Sampel produksi (Preproduction sampling)
- Biaya/Ongkos kirim
Untuk mempermudah memahami, mari kita lihat ilustrasi dibawah ini :
Sumber gambar : CILA Gross Profit
Jadi kesimpulannya, gross profit versi akuntansi akan lebih kecil dibanding gross profit versi asuransi, wajar karena pada Harga Pokok Penjualan (HPP) versi akuntansi, unsur fixed cost tetap dimasukan sedangkan Harga Pokok Penjualan (HPP) versi asuransi fixed cost tersebut sudah dihilangkan karena nantinya saat klaim asuransi biaya fixed cost tersebut akan dijamin.